” Bacokan”, Trah Ronggolawe Itu Ada di Kerek
KIM Ronggolawe – Ketika mendengar kata Kerek disebut, tergambar jelas dalam benak bahwa kota Kecamatan yang berjarak kurang lebih 35 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Tuban tersebut merupakan sebuah nama kecamatan yang berpenduduk primitif, kriminalis kontroversional serta beberapa asumsi negatif yang digoreng renyah oleh berbagai media akibat dari beberapa kejadian yang harus diselesaikan dengan tindak kekerasan, pertumpahan darah bahkan begitu mudahnya menghabisi nyawa saudara sendiri demi untuk membela dan mempertahankan harga diri.
“Bacokan” itulah kata yang hingga saat ini melekat di kota kecamatan yang juga terkenal dengan home industri batik gedognya tersebut, tak heran jika terjadi peristiwa tindak kekerasan yang melibatkan senjata tajam sebagai penyelesaian akhir ibarat “sego jangan” (makanan sehari – hari : Red) dan tidak membuat kaget bagi masyarakat Kabupaten Tuban terlebih bagi warga Kerek sendiri.
Mungkin, bagi yang tidak mengenal secara dalam kultur dari masyarakat Kerek akan menganggap apa yang sering terjadi di Kerek tersebut adalah bentuk pola pikir masyarakatnya yang kurang pergaulan, kurang mengikuti perkembangan jaman selalu mengedepankan egoisme pribadi dan bahkan tak jarang ada yang menyebut warga kecamatan yang terdiri dari 17 desa tersebut tidak berpendidikan, wajar saja ditengah pesatnya arus informasi Kerek masih ketinggalan cara berfikir modern untuk menyelesaikan permasalahan, dan masih menggunakan cara – cara lama untuk mempertahankan kehormatan pribadinya, itu mungkin anggapan dari orang – orang luar daerah yang tidak paham dan mengerti seluk beluk sejatinya Kerek tersebut.
Namun, dari rentetan sejumlah kasus yang membelit masyarakat Kerek tersebut sejatinya adalah bentuk kesatriaan masyarakatnya, dan kalau masyarakat Tuban sendiri sangat mengagungkan dan membanggakan adipati Ronggolawe yang hingga kini sangat melegenda, dan mungkin masyarakat Kerek lah yang pantas menyebut sebagai trah dari anak bupati Sumeneb kala itu yakni Arya Wiraraja tersebut.
Dalam sebuah legenda disebutkan jika Ronggolawe adalah sosok pahlawan bagi masyarakat Tuban, yang berwatak keras, teguh dalam pendirian, serta rela mengorbankan nyawanya demi sebuah harga diri dan kehormatan, agar tidak terinjak injak oleh sebuah pengkhianatan dan otoriter kapitalis kala itu.
Begitu juga dengan masyarakat Kerek, tidak akan ada sebuah tindakan kekerasan jika tidak merasa dikhianati dan bahkan dipecundangi, apa yang kerap terjadi di Kerek tersebut adalah berlandaskan harga diri dan rela mengorbankan apapun laksana Ronggolawe ketika itu, dan Kerek tidak membabi buta melakukan hal tersebut dan Kerek bukan yang punya pemikiran pengecut lari dari sebuah tanggung jawab, karena apa yang akan mereka lakukan sudah melalui proses pemikiran panjang sebab dan akibatnya.
Pernahkah mendengar Kerek selepas melakukan tindak kekerasan pelaku kabur dan bahkan buron..??? tidak, karena watak kesatria Ronggolawe selalu mereka pegang teguh, berani berbuat harus berani bertanggung jawab bukan malah minggat, tak heran jika terjadi sebuah tindak kasus kekerasan pihak berwajib tidak direpotkan dengan mengejar pelaku, karena pelaku akan datang sendiri kepihak berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, inilah watak kesatria sejati Ronggolawe yang dimiliki Kerek.
Jadi, tak usah ragu dan enggan untuk berkunjung di Kerek, branding sejumlah desa yang masyarakatnya primitif itu tidak benar malah warga yang bermukim di pelosok – pelosok dikenal dengan sangat akrab dan ramah serta bersahaja, jangan dengar dan lihat Kerek dari luar cobalah berkunjung dan bergaul dengan warga Kerek, maka suguhan panorama indahnya Bukit Glodakan akan terpampang didepan mata dibarengi dengan langkah gemulai perawan desa berbusana tradisional batik gedog, sembari terdengar sayup – sayup alunan tembang tayub yang dilantunkan oleh ratu tayubnya Tuban. [NN/AM]