Hadirkan PT PI dan OPD Terkait, Komisi III DPRD Tuban Gelar Hearing Buntut Kemelut Distribusi Pupuk Subsidi

KIM Ronggolawe – Komisi III DPRD Tuban bersama PT Pupuk Indonesia dan OPD terkait menggelar hearing di ruang komisi III DPRD setempat, Selasa (26/08).
Tampak hadir dalam hearing itu perwakilan dari PT Pupuk Indonesia, Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan, Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan, Dinas Kominfo-SP, serta aktivis PMII Tuban.
Ketua Komisi III DPRD Tuban, Tulus Setyo Utomo, dalam paparannya mendesak PT Pupuk Indonesia agar menindak tegas pelanggaran yang terjadi dalam proses distribusi pupuk bersubsidi, khususnya di tingkat Pelaku Usaha Distribusi (PUD) dan Penerima pada Titik Serah (PPTS).
“Pelanggaran yang dilakukan oleh PUD atau PPTS harus diberi sanksi tegas. Jika kuota tidak sesuai, maka DPRD akan merekomendasikan tindakan kepada Satgas Pupuk Kabupaten Tuban,” tegas Tulus.
Dalam sistem distribusi yang diterapkan PT Pupuk Indonesia melalui platform DIMAS 2025, PUD bertanggung jawab mendistribusikan pupuk ke PPTS yang berfungsi sebagai titik serah resmi. Namun, DPRD Tuban menilai proses di lapangan belum sepenuhnya berjalan sesuai regulasi.
Sekretaris DPC PDI P Tuban itu, juga menyinggung soal penjualan pupuk yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Meski isu ini belum dibahas secara rinci dalam rapat, ia memastikan Komisi III akan memberi rekomendasi sanksi jika ditemukan pelanggaran.
“Kalau menjual di atas HET, maka Pupuk Indonesia wajib memberi sanksi. Sanksinya bisa pencabutan izin atau penghentian distribusi,” ujar Tulus.
Komisi III DPRD Tuban meminta agar seluruh pihak, mulai dari Pupuk Indonesia hingga Satgas Pupuk, lebih transparan dan bertindak tegas demi melindungi hak petani.
“Jangan sampai rekomendasi DPRD diabaikan. Kalau ada keluhan, petani selalu larinya ke DPRD. Maka kami minta Pupuk Indonesia responsif,” tegas Tulus.
Di tempat yang sama, Eko Julianto, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (DKP2P) Tuban, mengungkap adanya pelanggaran administrasi dalam distribusi pupuk. Salah satunya, berita acara yang dibuat oleh PUD tidak mendapat persetujuan dari PPTS karena ketidaksesuaian data.
“Alasannya, apa yang diterima di lapangan tidak sama dengan yang tercatat di berita acara. Jadi belum sampai terunggah ke sistem,” kata Eko.
Meski belum ditemukan unsur pidana seperti manipulasi besar atau praktik mafia pupuk, Eko menegaskan bahwa setiap pelanggaran tetap akan diproses sesuai regulasi yang diatur dalam Permentan Nomor 15 Tahun 2025.
Kasus distribusi pupuk yang bermasalah di salah satu kecamatan di Tuban kini juga dalam perhatian aparat penegak hukum. Pihak Kejaksaan dan Polda Jatim disebut telah turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengecekan. [CH/AM]