Merasa Ditipu Hingga 2,6 Miliar, Guru di Kerek Lakukan Aksi Demo
KIM Ronggolawe – Puluhan Guru dan pensiunan yang merupakan anggota dari Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Dwijo Utomo Kerek melakukan aksi unjuk rasa, Kamis siang (07/03).
Mendapatkan pengawalan dari aparat Kepolisian Polsek, Koramil, dan Satpol PP Kerek aksi tersebut diawali dengan long march dari lapangan Desa Margomulyo menuju kantor Koperasi dengan membentangkan poster serta spanduk yang bertuliskan tentang tuntutan mereka terhadap pengurus koperasi untuk mengembalikan uang simpanan anggota yang diduga telah digelapkan oleh pengurus.
Dalam orasinya saat di depan kantor koperasi Dwiji Utomo, Suhendrjani salah satu demonstran menyuarakan bahwa setiap orang yang masuk menjadi anggota koperasi berkewajiban membayar simpanan pokok sebesar Rp1 juta dan simpanan rutin lainnya setiap bulannya.
“Rincinya, sejak tahun 2017 simpanan wajib Rp.50 ribu, simpanan Monosuko Rp50 ribu, voucher belanja Rp 50 ribu, arisan minimal tiap anggota Rp50 ribu, Tabungan Hari Raya (THR) dengan besaran yang bervariasi mulai Rp100 ribu hingga sampai Rp1,5 juta. Hingga saat ini, jika di total kekayaan anggota mencapai jumlah kurang lebih Rp 2,6 miliar, “ kata perempuan yang arap disapa bu Hen tersebut dalam orasinya.
Perempuan yang pernah mengajar di salah satu sekolah menengah di Kerek itu juga mengatakan jika Rata-rata kerugian anggota minimal Rp 1 juta per orang untuk anggota baru dan maksimal sekitar Rp 26 juta per orang untuk anggota lama.
Sementara itu Trismulan, pendemo asal Desa Temayang dalam orasinya menyampaikan kronologi awal mula kasus dugaan penggelapan yang dilakukan oleh pengurus tersebut mencuat dan diketahui anggota, menurutnya sampai dengan tahun 2020 koperasi Dwijo Utomo tampak baik-baik saja. Ia menyebut jika setiap kali laporan pertanggungjawaban pengurus pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi selalu mendapat keuntungan di atas Rp 50 juta per tahun. Namun menurutnya, ternyata itu semua hanya kedok untuk mengelabui agar anggota tetap bisa ditarik pembayaran dan iuran bulanannya.
“Permasalahan itu mulai terkuak sejak pergantian pengurus dan pengawas, tepatnya saat ada Rapat Anggota Rapat Kerja (RARK) tahun 2022, dalam rapat tersebut disampaikan laporan pertanggungjawaban saudara pengawas yang menunjukan piutang yang tertulis pada buku laporan RAT sebesar Rp 1,8 miliar, namun kenyataannya hanya sekitar Rp 300 juta. Kemudian semua usaha koperasi dinyatakan bermasalah, baik itu pertokoan, termasuk pengelolaan voucher belanja dan arisan, selain itu angka-angka pada laporan RAT bertahun-tahun adalah angka fiktif,” beber pensiunan guru itu.
Hal senada juga disampaikan pendemo lainnya Wiyono, menyampaikan bahwa borok koperasi Dwijo Utomo semakin lama semakin terendus oleh para anggota, puncaknya saat akan membagikan THR tahun 2023 lalu, waktu itu pengurus mengundang rapat sebagian anggota pada bulan Maret 2023. Pada rapat tersebut ketua koperasi berkata, koperasi sedang mengalami kerugian, tidak ada uang tunai, tidak ada simpanan pada kas koperasi dan tidak ada uang Tabungan Hari Raya yang bisa diambil oleh anggota. Anehnya lagi, pengurus saling tuding dan lempar kesalahan antar pengurus.
“Menjual aset adalah langkah satu-satunya jika anggota ingin menerima Tabungan Hari Raya,” kata ketua saat itu. Sehingga, peserta rapat yang mendengar hal itu sangat kaget, kecewa dan marah. Tabungan yang digadang-gadang dapat cair menjelang hari raya nyaris tidak bisa diterima,” lanjut pria asal Hargoretno itu.
Setelah tarik ulur panjang, rapat yang hanya dihadiri sebagian anggota itu merekomendasikan beberapa hal yang harus berjalan bersamaan yaitu, menuntut untuk pengembalian THR, koperasi dibekukan (semua simpanan dihentikan :Red), aset dijual dengan pelaksana tim penjualan dari anggota, adanya audit eksternal dan jika hasil audit menunjukkan bahwa koperasi murni merugi (bukan karena penyimpangan :Red) maka hasil penjualan aset bisa digunakan untuk mengembalikan kekayaan anggota.
“Namun pada akhirnya anggota masih juga dikelabui,THR dibayar tetapi dengan menggadaikan aset (berupa tanah dan bangunan :Red) itupun tanpa persetujuan anggota,“ sambung Wiyono.
Sementara itu Nuris Khumaini,selaku koordinator aksi saat di wawancara sejumlah awak media menyatakan bahwa hingga bulan Agustus 2023 lalu, mereka masih tetap bersabar menunggu pelaksanaan audit untuk menguak kebobrokan koperasi, namun hingga September 2023 berita tentang audit pun tidak diterima, selain itu anggota juga telah berkali-kali melakukan pendekatan secara personal kepada Ketua (Bapak M), Bendahara (Bapak MC), dan Sekretaris (Bapak L) agar pengurus bertanggung jawab terhadap kasus ini, namun tidak membuahkan hasil alias lepas tangan.
“Tidak satupun dari mereka yang bisa menjawab kenapa kekayaan anggota habis. Mereka merasa tidak harus bertanggung jawab karena koperasi memang benar-benar rugi. Kami terus berupaya menuntut pengurus untuk mengembalikan kekayaannya hingga beberapa orang anggota datang ke koordinator pendidikan (Kordik) mohon difasilitasi agar terjadi mediasi,“ lanjutnya.
Dalam rapat mediasi yang difasilitasi Kordik Kerek tersebut, anggota menuntut audit dan pertanggungjawaban atas raibnya kekayaan anggota. Namun, pengurus tetap berdalih jika koperasi mengalami kerugian dan mediasi pun gagal tanpa membuahkan hasil.
Atas kejadian tersebut, Nuris yang juga selaku korban menegaskan, pada bulan Oktober tahun lalu anggota KPRI Dwijo Utomo telah melaporkan permasalahan tersebut ke Reskrim Polres Tuban, hingga berita ini ditulis kasus tersebut masih dalam penyidikan pihak berwajib.
“Kami akan terus berupaya untuk memperjuangkan hak anggota, hingga mendapat kepastian,” pungkas Nuris.
Dalam orasi yang berlangsung selama kurang lebih satu jam tersebut pendemo juga memperagakan aksi tabur uang terhadap replika pengurus kemudian melemparinya dengan tomat sebagai bentuk luapan kekecewaan dan kekesalan anggota koperasi terhadap pengurus yang telah dianggap menyalahgunakan kepercayaan yang selama ini mereka berikan.
Puas menyampaikan aspirasinya pendemo membubarkan diri dengan tertib.
Sekedar informasi KPRI Dwijo Utomo yang berada di Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban, merupakan Koperasi yang didirikan serta dikelola Aparatur Sipil Negara (ASN) guru dan tenaga kependidikan di Kecamatan Kerek. Berdiri pada tahun 1979 dengan jumlah anggota pada saat itu sekitar 200 orang.
Seiring berjalannya waktu, KPRI “Dwijo Utomo” mengalami pasang surut dalam jumlah anggota, kebanyakan mereka mengundurkan diri, baik karena pensiun maupun mutasi ke luar kecamatan, hingga kini tercatat beranggotakan sebanyak 149 orang. [AM/CH]